POLA DAN MODEL
BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling
Disusun
oleh:
Sri
Muryanti (3401412079)
Noor
Lukmanul Hakim (2301412120)
Dwi
Gisela Sari (3301412125)
Citra
Bulan Vasda Resta (2101412142)
Nika
Rizqi Fitriana (3401412001)
Centauri
Cristine Loviest (1101412070)
Dewi
Wulandari (1601412017)
Ita
Khurnia Ningsih (3101412140)
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Aktifitas di
sekolah, siswa memerlukan bimbingan bukan hanya sekedar pembelajaran. Rekan
siswa untuk menjadi pembimbing yang paling baik dan efektif adalah guru mata
pelajaran. Namun tentu saja untuk mendapatkan hasil siswa yang di bimbing
dengan benar. Guru mata pelajaran harus mempunyai pengetahuan tentang pola
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Ini dimaksudkan untuk dapat
membimbing anak kearah yang lebih optimal dan tidak sembarangan.
Dengan
adanya bab mengenai pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ini.
Mahasiswa jadi benar-benar paham cara memposisikan diri dalam bimbingan di
sekolah pada anak didiknya kelak. Mata kuliah ini dimaksudkan membekali
mahasiswa sebagai calon guru sekolah menengah untuk mampu menyelenggarakan
pembelajaran yang membimbing dan memberikan pelayanan dasar-dasar bimbingan
sesuai dengan kewenanganya. Sehingga untuk menunjang pembekalan untuk mahasiswa
itu. Pembahasan dilakukan tentang model-model bimbingan dan konseling, pola
dasar bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar. Pelayanan bimbingan di
lembaga pendidikan formal terlaksana dengan mengadakan sejumlah kegiatan
bimbingan. Seluruh kegiatan itu terselenggarakan dalam rangka suatu program
bimbingan (guidance program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang
terencana, terorganisasi, dan terkoodinasi selama periode waktu tertentu,
misalnua satu tahun ajaran. Suatu program bimbingan dapat disusun berdasarkan
suatu kerangka berpikir tertentu, dan pola dasar pelaksanaan bimbingan
tertentu.
Kegiatan
bimbingan mencakup tiga jenis bimbingan, yaitu bentuk bimbingan, sifat
bimbingan, dan ragam bimbingan, yang masing-masing memberikan corak tertentu
pada kegiatan yang tertampung dalam suatu program bimbingan. Di dalam program
bimbingan terdapat beberapa komponen, yang meliputi susunan saluran formal
untuk melayani para siswa, tenaga-tenaga pendidik yang lain, serta orang tua
siswa, mengingat adanya beberapa jenjang pendidikan sekolah, yang masing-masing
menampung siswa dari golongan umur dan tahap perkembangan tertentu, program
bimbingan di semua jenjang pendidikan itu akan menunjukkan berpikir dan pola
dasar pelaksanaa; dalam tekanan yang diberikan pada bentuk, sifat atau ragam
bimbingan tertentu; dan mungkin pula dalam mengutamakan atau tidak mengutamakan
satu-dua komponen tertentu dalam perencanaan serta penyelenggaraan program
bimbingan.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah:
1.
Apa saja model-model bimbingan
menurut para ahli?
2.
Apa saja pola-pola bimbingan dalam
institusi pendidikan?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa saja model-model
bimbingan menurut para ahli.
2.
Untuk mengetahui apa saja pola-pola
bimbingan dalam institusi pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model-model Bimbingan
dan Konseling
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam
rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang
terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu
prigram bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka
berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model
bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan
dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang
menjadi pedoman pegangan dalam layanan di sekolah-sekolah. Istilah model
menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas,
bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori
ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi
tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan di
sekolah AS.
a. Frank Parsonsyang
menciptakan istilah Vocational Guidance
yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri,
analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir
rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara
konseling.
Menurut pandangan Parsons, baik individu
maupun masyarakat akan mendapatkan keuntungan, jika terdapat kecocokan antara
ciri-ciri kepribadian seseorang dan seluruh tuntutan bidang pekerjaan yang
dipegang oleh orang itu. Tiga factor utama dianggap sangat menentukan dalam memilih
suatu bidang pekerjaan, yaitu analisis pada diri sendiri (kemampuan dan bakat,
minat, serta temperamen), analisis terhadap pekerjaan (kesempatan, tuntutan,
dan prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua analisis tadi
untuk menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data tentang
bidang-bidang pekerjaan (mengadakan matching dengan berpikir rasional).
Mengingat banyak orang muda akan
mengalami kesulitan dalam meninjau ketiga factor utama itu, maka mereka
membutuhkan dari seseorang yang lebih berpengetahuan dan lebih berpengalaman
dalam hal ini. meskipun pandangan Frank Parson menunjukkan unsure kelemahan,
misalnya kurang diperhitungkan pengaruh motivasi, nilai-nilai kehidupan dan
lapisan sosial ekonomis, namun tekanan dalam penekanan diri dan pelayanan dari
seorang ahli dalam bimbingan jabatan merupakan sumbangan yang sangat berharga
bagi perkembangan pelayanan bimbingan selanjutnya. Dengan demikian, model ini
menekankan ragam bimbingan, jabatan, dan mengutamakan komponen bimbingan
pengumpulan data serta wawancara konseling.
b. William M. Proctor,
(1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi
penyaluran dan fungsi penysuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa
dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur
persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita.
Fungsi
penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan siswa dalam melaksanakan secara
konsisten dan konsekuen pilihan yang telah mereka buat, seandainya timbul
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan beraneka tuntutan dalam lingkungan
atau dalam bidang kehidupan tertentu. Dengan demikian, model ini menekankan
sifat bimbingan perseveratif, yang mendampingi siswa dalam perkembangannya yang
sedang berlangsung, dan mengutamakan bimbingan pengumpulan data, wanwancara
konseling. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan, bahwa pelayanan
bimbingan hanya perlu diberikan pada saat siswa menghadapi masalah.
c. John M. Brewer,
(1932) yang mengembangkan ragam bimbingan
seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan,
bimbingan moral dan bimbingan perkembangan.
Buku Educational
as Guidance berpendapat bahwa tugas pendidikan sekolah adalah mempersiapkan
siswa untuk mengatur bidang kehidupan sedemikian rupa, sehingga bermakna dan
memberikan kepuasan, seperti bidang kesehatan, bidang kehidupan keluarga,
bidang pekerjaan, bidang rekreasi, bidang perluasan pengetahuan dan bidang
kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dan bimbingan dianggap tidak jauh berbeda,
karena keduanya berfungsi sebagai bantuan kepada generasi muda dalam belajar
seni hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat.
Melalui berbagai kegiatan pendidikan dan
bimbingan siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperlukan
mengatur kehidupannya sendiri dalam berbagai aspek, model ini menekankan
ragamnya bimbingan yang diberikan, seperti bimbingan belajar, bimbingan
rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan perkembangan; maka tidak hanya
mengenal ragam bimbingan jabatan.
Komponen pemberian informasi dan
wawancara konseling diutamakan. Namun, kelemahan model ini terletak dalam
pandangan bahwa pendidikan dan bimbingan tidak jauh berbeda fungsinya; dan
bahwa pelayanan bimbingan untuk sebagian besar dituangkan dalam bentuk suatu
pelayanan yang berkisar pada materi pelayanan seperti berlaku pada segala
bidang studi akademik.
d. Donal G. Patterson,
(1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya
menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes
psikologis dan studi diagnostik.
Yang
dibutuhkan ialah data obyektif, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
dan memberikan gambaran tentang konseli, lepas dari pandangan konseli tentang
diri sendiri. Model ini sebenarnya menyangkut satu komponen dalam program
bimbingan saja yaitu konseling. Layanan konseling hanya dipegang oleh tenaga
bimbingan yang ahli dalam menggunakan teknik analisis ilmiah, terutama tes
psikologis. Konselor bertanggungjawab penuh atas pilihan alat-alat diagnostic
yang menghasilkan data bagi konseli tentang dirinya sendiri.
Model
ini menekankan bentuk bimbingan perseceratif, serta memberikan tekanan pada
komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data, dan wawancara konseling.
Kelemahan model ini terletak pada pelayanan bimbingan cenderung dibatasi pada
saat tertentu saja dan diberikan kepada siswa-siswi tertentu, yaitu mereka yang
menghadapi suatu masalah berat dan akan menghadap konselor sekolah.
e. Wilson Little dan AL.
Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan
bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi
akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah
pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk
pelayanan individual dan kelompok,
mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif dan melayani bimbingan
belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.Maka, fokus perhatian terpusat pada
perkembangan optimal dari peserta didik yang sedang menuju kekedewasaan.
Perkembangan yang optimal itu dapat dicapai bila siswa
mengenal diri sendiri, menghayati seperangkat nilai kehidupan, menyadari
keadaan nyata dalam lingkungan hidupnya. Namun kemandirian pribadi dan
kemampuan untuk menimbang kondisi kehidupan dalam lingkup lingkungan kongkrit tetap
diutamakan, dengan menerima kemungkinan orang muda dapat berubah selama proses
perkembangannya.
Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individu dan
kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan perseveratif, serta
melayani siswa melalui bimbingan belajar, bimbingan jabatan, dan bimbingan
pribadi. Keunggulan model ini ialah sumbangan dalam pelayanan bimbingan yang
diberikan oleh semua tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai tim yang
melakukan sejumlah kegiatan bimbingan yang dirancang untuk menunjang
perkembangan optimal dari semua siswa dalam kurun waktu yang sama.
Kelemahan model ini terletak dalam kenyataan, bahwa
tidak semua anggota staf pendidik sekolah siap pakai untuk memberikan pelayanan
bimbingan. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan yang sedimikian
komprehensif dan meresapi seluruh program pendidikan sekolah, menjadi usaha
yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang, dalam kenyataan akan sukar
dilaksanakan di lapangan.
f.
Kenneth
B. Hoyt, (1962) yang mendiskripsikan model
bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan
siswa dijenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual
dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perserveratif
dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
Dalam pola
ini ditekankan pada bahwa tenaga pendidik di sekolah seharusnya berpartisipasi
dalam pelaksanaan dalam program bimbingan, bukan hanya tenaga bimbingan atau
konselor sekolah saja, bahwa konselor sekolah memikul tanggungjawab utama atas
perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan, yang tidak hanya meliputi
layanan konseling saja. Pelayanan bimbingan berhasil kalau tujuan pelayanan
bimbingan terintegrasikan pada tujuan institusional, kurikuler, dan
instruksional.
Seorang
konselor sekolah memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh
tenaga-tenaga pendidik yang lain dalam hal :
1)
Penggunaan beraneka teknik dan alat
untuk memperoleh data yang relevan tentang siswa dan dalam menafsirkan data
itu;
2)
Penyebaran ingormasi yang relevan
dan tepat tentang variasi program studi lanjutan serta variasi bidang
pekerjaan;
3)
Penggunaan berbagai metode konseling
dan aneka teknik konseling;
4)
Diagnosis kasus khusus yang menuntut
konsultasi dengan seorang ahli lain di luar lingkungan sekolah (referral);
5)
Penerapan metode dan teknik khusus
untuk bimbingan kelompok;
6)
Kemampuan mengadakan riset tentang
kebutuhan-kebutuhan siswa dan melakukan studi evaluative tentang keberhasilan
program bimbingan.
Konselor sekolah melayani para siswa secara langsung
(kontak langsung dengan siswa), namun juga melayani rekan tenaga pendidik yang
lain sebagai narasumber (konsultan) demi peningkatan mutu dan efektivitas
program pendidikan di sekolah. Model ini menekankan pelayanan bimbingan sebagai
usaha yang melibatkan semua tenaga pendidik, menurut fungsi dan wewenang
masing-masing; mengenal bentuk pelayanan bimbingan individual dan kelompok;
memungkinkan pelayanan bimbingan preventif, perseveratif dan remedial; dan
mengutamakan bimbingan belajar dan bimbingan pribadi.
Keuntungan model ini ialah pelayanan bimbingan tidak
hanya terbatas pada layanan konseling dan tanggungjawab untuk menunjang
perkembangan siswa serta taraf kesehatan mental tidak hanya dibebankan pada
tenaga bimbingan professional saja. Kelemahan terletak dalam anggapan, bahwa
bidang bimbingan terutama diperlukan membantu siswa dalam mengatasi beraneka
kesulitan belajar dengan demikian tujuan yang khas dari pelayanan bimbingan
menjadi agak kabur.
g. Ruth Strabf,
(1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling.
Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok
dan mengutamakan bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
Eklektis berarti memilih, yaitu memilih
diantara teori, metode dan teknik yang dikembangkan sesuai kebutuhan konseli
untuk diterapkan dalam mengatasi masalah tertentu. Konselor harus mengetahui
keunggulan dan kelemahan dari berbagai teori, metoden dan teknik sehingga dapat
menerapkannya secara fleksibel. Pandangan ini lebih menyangkut pelayanan
bimbingan melalui wawancara konseling. Diasumsikan bahwa siswa dan mahasiswa
dari waktu kewaktu membutuhkan bantuan professional dalam memahami diri sendiri
dalam mengatasi masalah tertentu melalui bantuan itu mereka mendapat informasi
tentang diri sendiri dan realitas lingkungan, yang kiranya sulit mereka peroleh
dengan cara lain.
h. Arthur J. Jones,
(1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam
membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu
terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang
pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan
ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada
komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
Bimbingan
adalah intrvensi professional bilamana siswa harus membuat pilihan diantara
beraneka alternative program studi dan bidang pekerjaan yang terbuka baginya.
Nilai-nilai kehidupan (values) menjadi factor penting dalam membuat pilihan.
Pada awal masa pendidikan menengah dan pada akhir masa itu siswa menghadapi
saat dia harus membuat setumpuk pilihan (decision making) yang berarti dimasa
yang akan datang, petugas bimbingan harus membantu siswa dalam membuat pilihan,
dengan mempertimbangkan system nilai yang dianutnya dan mengolah informai yang
tersedia tentang diri sendiri serta kesempatan-kesempatan terbuka baginya.
Supaya
siswa berpikir secara rasional; karena kaum muda kurang mampu mengambil
keputusan penting, maka dibutuhkan bantuan seorang ahli bimbingan yang bekerja
sebagai tenaga tetap di lembaga pendidikan sekola. Model ini juga menekankan
bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan
jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data
serta wawancara konseling. Kelemahan yang paling mencolok dalam model ini ialah
pembatasan pelayanan bimbingan pada saat-saat tertentu saja, bila siswa harus
membuat suatu pilihan yang menentukan jalan kehidupannya.
i.
Chris
D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di
sekolah memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik. Tetapi
di lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian
tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan
efektifitas proses belajar mengajar di kelas.
Mengembangkan
guidance as personal development. Model ini merumuskan tujuan pendidikan di
sekolah, memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik. Dengan
kata lain, bimbingan adalah usaha yang menunjang bidang pengajaran saja
(amcillary service to make instruction more effective).
Kehas
memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang sebagai usaha mendampingi
siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup belajar di bidang akademik,
tetapi tentang diri sendiri dan lingkungan hidup. tenaga pendidik tidak hanya
guru, melainkan masing-masing tenaga pendidik bertugas mendampingi siswa dalam
aspek perkembangan dan dimensi belajar tertentu. Dengan demikian, siswa
mempunyai relasi dengan pihak tenaga pendidik berbeda-beda sifat, misalnya guru
sebagai pendamping dalam belajar akademik, dan tenaga bimbingan sebagai
pendamping dalam belajar tentang kepribadiannya sendiri.
Konselor
sekolah berfokus pada perkembangan kepribadian siswa dalam keseluruhannya
(personal development). Maka, tenaga bimbingan bukan berfungsi sebagai asisten
tenaga pengajar, melainkan mempunyai peranannya sendiri. Tenaga pendidik tidak
berada di bawah yang lain, melainkan saling melengkapi dalam rangka bekerja
sama menurut fungsinya masing-masing. Model ini menekankan bentuk, jenis, atau
ragam bimbingan tertentu, dan tidak mengutarakan komponen bimbingan tertentu,
melainkan mengeksplisitkan fungsi dasar bimbingan di sekolah, yaitu proses
membantu orang-perorangan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan hidupnya.
Keunggulan
model ialah menciptakan kemungkinan untuk merumuskan secara spesifik apa
peranan guru (tenaga pengajar) dan apa peranan konselor sekolah terhadap
belajar siswa. Kelemahan model ini menyangkut hubungan kerja sama antara tenaga
pengajar dan tenaga bimbingan yang kerap belum jelas sebaiknya diwujudkan;
disamping itu, timbul bahaya bahwa anak didik akan dibelah-belah atas sekian
bagian, dimana guru bertanggung jawab atas perkembangan intelektual siswa saja
dan konselor sekolah akan bertanggungjawab atas aspek-aspek perkembangan yang
lain.
j.
Ralp
Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan
usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk
menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif
yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan
bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang menghadap konselor di sekolah,
tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini
merupakan keunggulan modelnya.
Namun, merencanakan dan melaksanakan
suatu program kurikuler menuntut konselor menguasai metodik mengembangkan dan
mengajarkan suatu bidang, termasuk penentuan tujuan instruksional, mengurutkan
topic-topik (sequence), prosedur akan membuat siswa belajar aktif (CBSA), dan
pilihan bahan yang relevan. Persyaratan ini kiranya hanya dapat dipenuhi, bila
konselor sekolah khusus disiapkan untuk itu melalui pendidikan formal di
perguruan tinggi.
k. Julius Menacker,
(1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup
yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini
ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil
interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.
Mengembankan
model bimbingan yang mengusahakan penganggulangan segala gejala pemberontakan
yang tampak dalalm tingkah laku para siswa di sekolah yang terletak dalam
daerah/bagian kumuh di kota besar. Daerah kumuh disini berarti daerah di mana
kemiskinan, kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja, dan penggunaan obat
bius merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam
lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Dalam
pelayanan bimbingan tradisional fokus perhatian terpusat pada siswa sendiri
yang harus mengadakan perubahan dalam diri sendiri, dalam activist guidance
focus perhatian terdapat pula pada lingkungan hidup siswa, yaitu bagaimana
manipulasi dari lingkungan dapat menguntungkan perkembangan siswa.
Maka,
konselor sekolah bersama dengan siswa mengidentifikasi segala kondisi hidup
negative yang ditimbulkan oleh lingkungan hidup, dan merencankan setumpuk
tindakan konkret untuk mengubah lingkungan itu sehingga terciptakan kondisi
positif, termasuk mengubah lingkungan sekolah bila hal itu dianggap perlu.
Keunggulan
model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai
hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya. Konselor sekolah
yang berpegang pada pola asli memanfaatkan semua sumber dan sarana dalam
lingkungan masyarakat setempat, yang dapat mempengaruhi suasana hidup di suatu
daerah. Kelemahan model ini ialah kenyataan, bahwa aksi-aksi perubahan social
mudah menimbulkan berbagai ketegangan, bahkan pun sampai menciptakan konflik
dengan tenaga-tenaga pendidik yang lain, karena lingkungan sekolah itu sendiri
tidak akan luput dari aksi demi perubahan suasana dan kurikulum pengajaran.
Model-model
berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan
dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan
oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih
terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di
lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang
menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek
perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan
landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan.
Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan
mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan
siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan
mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.
Kehas berpandangan
sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis
dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika yaitu:
a.
Organisasi profesional
dibidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling daripada
layanan bimbingan pada umunya.
b.
Perbedaan konseptual
antara mengajar dan membimbing masih kabur.
c.
Pelayanan bimbingan di
sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas
dari bimbingan ditinggal samar-samar saja.
d.
Pemikirannya teoretis
e.
Terdapat anggapan.
2.2Pola-pola Bimbingan
Yang
dimaksud dengan pola dasar pelaksanaan bimbingan ialah suatu asas pokok untuk
mengatur penyebaran pelayanan bimbingan di sekolah, dengan mempertimbangkan
kegiatan-kegiatan bimbingan apa yang akan diadakan dan rangkaian kegiatan itu
dilaksankan oleh siapa serta diberikan kepada siapa. Pola dasar ini lebih
bersifat praktis, karena langsung berkaitan dengan penyusunan program
bimbingan. Jadi suatu pola dasar melandasi perencanaan dan pelaksanaan suatu
program bimbingan di sekolah. pola dasar tertentu dapat merupakan konkretisasi
yang lebih bersifat praktis dari suatu model atau kerangka berpikir tertentu.
Namun, dimungkinkan bahwa suatu pola dasar menampung lebih dari satu model,
suatu pola dasar tertentu, sekali mulai diterapkan, mempunyai dampak terhadap
pola organisasi dan administrasi kegiatan bimbingan di sekolah. jadi, pola
dasar pelaksanaan bimbingan sedikit banyak berdiri di antara model bimbingan
dan pola organisatoris bimbingan.
Menurut
hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan
bimbingan di instansi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama:
a.
Pola
Generalis
Mengemukakan
bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap
kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada
perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Pelayanan bimbingan melibatkan
banyak tenaga pendidik. Tenaga pengajar rutin berhubungan dengan para siswa.
Mereka meyisipkan aneka unsur bimbingan dalam pelajaran, dapat memberikan
bimbingan kelompok, bahkan dapat menyelenggarakan wawancara konseling. Terdapat
pula guru-konselor, yaitu tenaga pengajar yang sebagian waktunya khusus diperuntukkan
bagi pelayanan bimbingan. Koordinasi seluruh kegiatan bimbingan diserahkan pada
guru-konselor atau tenaga ahli bimbingan. Sumber tenaga ahli bimbingan
anak-anak biasa, seperti Reality Therapy.
Ada
pendekatan yang dinilai terlalu kompleks untuk kebanyakan siswa dan mahasiswa
pada masa sekarang, seperti sistematika yang dikembangkan oleh Carkhuff. Semua
teori cenderung menuntut proses konseling yang agak lama sampai lama sekali,
padahal proses konseling di suatu institusi pendidikan sulit untuk dibina
selama beberapa bulan sampai satu tahun, karena waktu konselor dan konseli
terbatas. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan
bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan
hanyadianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
b.
Pola
Spesialis
Bahwa
pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli
bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan
tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
c.
Pola
Kurikuler
Dalam
pola ini kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam
kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus
bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung telibat
dalam seluk-beluk pengajaran. Segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa
kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur
melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi si bidang-bidang studi akademik.
d.
Pola
Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Orang
akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina
hubungan baik dengan orang lain. Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan
kerjasama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan
integrasi sosial diantara peserta didik dengan staf pendidik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Program Bimbingan dan Konseling
disekolah disusun dan diselenggarakan atas dasar kerangka berpikir dan pola
dasar pelaksanaan tertentu.Secara teoritis ada berbagai model Bimbingan mulai
dari Frank Parsons sampai Julius Menacker. Dimana disitu terdapat berbagai
variasi yang tentu memiliki model tersendiri dalam melayani dan membantu
kebutuhan siswa.jadi dapat dikatakan bimbingan itu bersifat luwes atau
fleksibel dan tidak kaku sebab ada spesifikasinya dalam menaungi masalah atau
bidang tertentu. Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan
dipakai sebagai pedoman dan pegangan dalam pelayanan bimbingan di sekolah-sekolah.
Sedangkan untuk pola – pola bimbingan menurut analisis
Edward C. glanz, (1964) :
1. Pola generalis
2. Pola Spesialis
3. Pola Kurikuler
4. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental
3.2 Saran
Pola dan
pelayanan bimbingan di sekolah sekolah memeliki peran yang sangat penting guna
membina kepribadian mental siswa oleh karena itu kita sebagai calon pendidik
hendaklah memahami pola dan pelayanan dari bimbingan dan konseling itu sendiri
sebab nantinya kita jangan sampai salah menerapkan pola atau strategi dasar
yang digunakan dalam bimbingan dan konseling. Sebab masalah, perkembangan serta
karateristik seseorang itu berbeda- beda.
Mahasiswa sebagai calon pendidik
harus benar-benar mengerti, memahami dan mengaplikasikan dengan baik pembahasan
tentang model-model pelayanan bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan,
pola-pola bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar pada bimbingan dan
konseling. Dengan demikian, mahasiswa nantinya pada saat menjadi pendidik akan
dapat menciptakan generasi muda dengan kebenaran dalam sikap dan perilaku yang
juga akan berdampak bagi negara yaitu negara Indonesia mempunyai sumber daya
manusia yang kompetitif di dunia internasional dan memajukan Indonesia dalam berbagai
bidang.
Mahasiswa sebagai calon pendidik
harus benar-benar mengerti, memahami dan mengaplikasikan dengan baik pembahasan
tentang model-model pelayanan bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan,
pola-pola bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar pada bimbingan dan
konseling. Dengan demikian, mahasiswa nantinya pada saat menjadi pendidik akan
dapat menciptakan generasi muda dengan kebenaran dalam sikap dan perilaku yang
juga akan berdampak bagi negara yaitu negara Indonesia mempunyai sumber daya
manusia yang kompetitif di dunia internasional dan memajukan Indonesia dalam
berbagai bidang.
DaftarPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar