Sabtu, 21 Desember 2013

POLA DAN MODEL BIMBINGAN KONSELING


POLA DAN MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:
Sri Muryanti (3401412079)
Noor Lukmanul Hakim (2301412120)
Dwi Gisela Sari (3301412125)
Citra Bulan Vasda Resta (2101412142)
Nika Rizqi Fitriana (3401412001)
Centauri Cristine Loviest (1101412070)
Dewi Wulandari (1601412017)
Ita Khurnia Ningsih (3101412140)


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Aktifitas di sekolah, siswa memerlukan bimbingan bukan hanya sekedar pembelajaran. Rekan siswa untuk menjadi pembimbing yang paling baik dan efektif adalah guru mata pelajaran. Namun tentu saja untuk mendapatkan hasil siswa yang di bimbing dengan benar. Guru mata pelajaran harus mempunyai pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Ini dimaksudkan untuk dapat membimbing anak kearah yang lebih optimal dan tidak sembarangan.
Dengan adanya bab mengenai pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ini. Mahasiswa jadi benar-benar paham cara memposisikan diri dalam bimbingan di sekolah pada anak didiknya kelak. Mata kuliah ini dimaksudkan membekali mahasiswa sebagai calon guru sekolah menengah untuk mampu menyelenggarakan pembelajaran yang membimbing dan memberikan pelayanan dasar-dasar bimbingan sesuai dengan kewenanganya. Sehingga untuk menunjang pembekalan untuk mahasiswa itu. Pembahasan dilakukan tentang model-model bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar. Pelayanan bimbingan di lembaga pendidikan formal terlaksana dengan mengadakan sejumlah kegiatan bimbingan. Seluruh kegiatan itu terselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan (guidance program), yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoodinasi selama periode waktu tertentu, misalnua satu tahun ajaran. Suatu program bimbingan dapat disusun berdasarkan suatu kerangka berpikir tertentu, dan pola dasar pelaksanaan bimbingan tertentu.
Kegiatan bimbingan mencakup tiga jenis bimbingan, yaitu bentuk bimbingan, sifat bimbingan, dan ragam bimbingan, yang masing-masing memberikan corak tertentu pada kegiatan yang tertampung dalam suatu program bimbingan. Di dalam program bimbingan terdapat beberapa komponen, yang meliputi susunan saluran formal untuk melayani para siswa, tenaga-tenaga pendidik yang lain, serta orang tua siswa, mengingat adanya beberapa jenjang pendidikan sekolah, yang masing-masing menampung siswa dari golongan umur dan tahap perkembangan tertentu, program bimbingan di semua jenjang pendidikan itu akan menunjukkan berpikir dan pola dasar pelaksanaa; dalam tekanan yang diberikan pada bentuk, sifat atau ragam bimbingan tertentu; dan mungkin pula dalam mengutamakan atau tidak mengutamakan satu-dua komponen tertentu dalam perencanaan serta penyelenggaraan program bimbingan.


1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apa saja model-model bimbingan menurut para ahli?
2.      Apa saja pola-pola bimbingan dalam institusi pendidikan?


1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa saja model-model bimbingan menurut para ahli.
2.      Untuk mengetahui apa saja pola-pola bimbingan dalam institusi pendidikan




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model-model Bimbingan dan Konseling
Pelayanan Bimbingan dan Konseling di lembaga pendidikan formal diselenggarakan dalam rangka suatu program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Suatu prigram bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan bermula dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman pegangan dalam layanan di sekolah-sekolah. Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan di sekolah AS.
a.      Frank Parsonsyang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
Menurut pandangan Parsons, baik individu maupun masyarakat akan mendapatkan keuntungan, jika terdapat kecocokan antara ciri-ciri kepribadian seseorang dan seluruh tuntutan bidang pekerjaan yang dipegang oleh orang itu. Tiga factor utama dianggap sangat menentukan dalam memilih suatu bidang pekerjaan, yaitu analisis pada diri sendiri (kemampuan dan bakat, minat, serta temperamen), analisis terhadap pekerjaan (kesempatan, tuntutan, dan prospek masa depan), serta perbandingan antara hasil kedua analisis tadi untuk menemukan kecocokan antara data tentang diri sendiri dan data tentang bidang-bidang pekerjaan (mengadakan matching dengan berpikir rasional).
Mengingat banyak orang muda akan mengalami kesulitan dalam meninjau ketiga factor utama itu, maka mereka membutuhkan dari seseorang yang lebih berpengetahuan dan lebih berpengalaman dalam hal ini. meskipun pandangan Frank Parson menunjukkan unsure kelemahan, misalnya kurang diperhitungkan pengaruh motivasi, nilai-nilai kehidupan dan lapisan sosial ekonomis, namun tekanan dalam penekanan diri dan pelayanan dari seorang ahli dalam bimbingan jabatan merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan pelayanan bimbingan selanjutnya. Dengan demikian, model ini menekankan ragam bimbingan, jabatan, dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
b.      William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penysuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita.
Fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan siswa dalam melaksanakan secara konsisten dan konsekuen pilihan yang telah mereka buat, seandainya timbul kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan beraneka tuntutan dalam lingkungan atau dalam bidang kehidupan tertentu. Dengan demikian, model ini menekankan sifat bimbingan perseveratif, yang mendampingi siswa dalam perkembangannya yang sedang berlangsung, dan mengutamakan bimbingan pengumpulan data, wanwancara konseling. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan, bahwa pelayanan bimbingan hanya perlu diberikan pada saat siswa menghadapi masalah.
c.       John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan  seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan.
Buku Educational as Guidance berpendapat bahwa tugas pendidikan sekolah adalah mempersiapkan siswa untuk mengatur bidang kehidupan sedemikian rupa, sehingga bermakna dan memberikan kepuasan, seperti bidang kesehatan, bidang kehidupan keluarga, bidang pekerjaan, bidang rekreasi, bidang perluasan pengetahuan dan bidang kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dan bimbingan dianggap tidak jauh berbeda, karena keduanya berfungsi sebagai bantuan kepada generasi muda dalam belajar seni hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat.
Melalui berbagai kegiatan pendidikan dan bimbingan siswa memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperlukan mengatur kehidupannya sendiri dalam berbagai aspek, model ini menekankan ragamnya bimbingan yang diberikan, seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, kesehatan, moral dan bimbingan perkembangan; maka tidak hanya mengenal ragam bimbingan jabatan.
Komponen pemberian informasi dan wawancara konseling diutamakan. Namun, kelemahan model ini terletak dalam pandangan bahwa pendidikan dan bimbingan tidak jauh berbeda fungsinya; dan bahwa pelayanan bimbingan untuk sebagian besar dituangkan dalam bentuk suatu pelayanan yang berkisar pada materi pelayanan seperti berlaku pada segala bidang studi akademik.
d.      Donal G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
Yang dibutuhkan ialah data obyektif, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan memberikan gambaran tentang konseli, lepas dari pandangan konseli tentang diri sendiri. Model ini sebenarnya menyangkut satu komponen dalam program bimbingan saja yaitu konseling. Layanan konseling hanya dipegang oleh tenaga bimbingan yang ahli dalam menggunakan teknik analisis ilmiah, terutama tes psikologis. Konselor bertanggungjawab penuh atas pilihan alat-alat diagnostic yang menghasilkan data bagi konseli tentang dirinya sendiri.
Model ini menekankan bentuk bimbingan perseceratif, serta memberikan tekanan pada komponen bimbingan penempatan, pengumpulan data, dan wawancara konseling. Kelemahan model ini terletak pada pelayanan bimbingan cenderung dibatasi pada saat tertentu saja dan diberikan kepada siswa-siswi tertentu, yaitu mereka yang menghadapi suatu masalah berat dan akan menghadap konselor sekolah.
e.       Wilson Little dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual  dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preseveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.Maka, fokus perhatian terpusat pada perkembangan optimal dari peserta didik yang sedang menuju kekedewasaan.
Perkembangan yang optimal itu dapat dicapai bila siswa mengenal diri sendiri, menghayati seperangkat nilai kehidupan, menyadari keadaan nyata dalam lingkungan hidupnya. Namun kemandirian pribadi dan kemampuan untuk menimbang kondisi kehidupan dalam lingkup lingkungan kongkrit tetap diutamakan, dengan menerima kemungkinan orang muda dapat berubah selama proses perkembangannya.
Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individu dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan perseveratif, serta melayani siswa melalui bimbingan belajar, bimbingan jabatan, dan bimbingan pribadi. Keunggulan model ini ialah sumbangan dalam pelayanan bimbingan yang diberikan oleh semua tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai tim yang melakukan sejumlah kegiatan bimbingan yang dirancang untuk menunjang perkembangan optimal dari semua siswa dalam kurun waktu yang sama.
Kelemahan model ini terletak dalam kenyataan, bahwa tidak semua anggota staf pendidik sekolah siap pakai untuk memberikan pelayanan bimbingan. Merencanakan dan melaksanakan program bimbingan yang sedimikian komprehensif dan meresapi seluruh program pendidikan sekolah, menjadi usaha yang sangat kompleks yang melibatkan banyak orang, dalam kenyataan akan sukar dilaksanakan di lapangan.

f.        Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendiskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa dijenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, perserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
Dalam pola ini ditekankan pada bahwa tenaga pendidik di sekolah seharusnya berpartisipasi dalam pelaksanaan dalam program bimbingan, bukan hanya tenaga bimbingan atau konselor sekolah saja, bahwa konselor sekolah memikul tanggungjawab utama atas perencanaan dan pelaksanaan program bimbingan, yang tidak hanya meliputi layanan konseling saja. Pelayanan bimbingan berhasil kalau tujuan pelayanan bimbingan terintegrasikan pada tujuan institusional, kurikuler, dan instruksional.
Seorang konselor sekolah memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh tenaga-tenaga pendidik yang lain dalam hal :
1)      Penggunaan beraneka teknik dan alat untuk memperoleh data yang relevan tentang siswa dan dalam menafsirkan data itu;
2)      Penyebaran ingormasi yang relevan dan tepat tentang variasi program studi lanjutan serta variasi bidang pekerjaan;
3)      Penggunaan berbagai metode konseling dan aneka teknik konseling;
4)      Diagnosis kasus khusus yang menuntut konsultasi dengan seorang ahli lain di luar lingkungan sekolah (referral);
5)      Penerapan metode dan teknik khusus untuk bimbingan kelompok;
6)      Kemampuan mengadakan riset tentang kebutuhan-kebutuhan siswa dan melakukan studi evaluative tentang keberhasilan program bimbingan.
Konselor sekolah melayani para siswa secara langsung (kontak langsung dengan siswa), namun juga melayani rekan tenaga pendidik yang lain sebagai narasumber (konsultan) demi peningkatan mutu dan efektivitas program pendidikan di sekolah. Model ini menekankan pelayanan bimbingan sebagai usaha yang melibatkan semua tenaga pendidik, menurut fungsi dan wewenang masing-masing; mengenal bentuk pelayanan bimbingan individual dan kelompok; memungkinkan pelayanan bimbingan preventif, perseveratif dan remedial; dan mengutamakan bimbingan belajar dan bimbingan pribadi.
Keuntungan model ini ialah pelayanan bimbingan tidak hanya terbatas pada layanan konseling dan tanggungjawab untuk menunjang perkembangan siswa serta taraf kesehatan mental tidak hanya dibebankan pada tenaga bimbingan professional saja. Kelemahan terletak dalam anggapan, bahwa bidang bimbingan terutama diperlukan membantu siswa dalam mengatasi beraneka kesulitan belajar dengan demikian tujuan yang khas dari pelayanan bimbingan menjadi agak kabur.

g.      Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
Eklektis berarti memilih, yaitu memilih diantara teori, metode dan teknik yang dikembangkan sesuai kebutuhan konseli untuk diterapkan dalam mengatasi masalah tertentu. Konselor harus mengetahui keunggulan dan kelemahan dari berbagai teori, metoden dan teknik sehingga dapat menerapkannya secara fleksibel. Pandangan ini lebih menyangkut pelayanan bimbingan melalui wawancara konseling. Diasumsikan bahwa siswa dan mahasiswa dari waktu kewaktu membutuhkan bantuan professional dalam memahami diri sendiri dalam mengatasi masalah tertentu melalui bantuan itu mereka mendapat informasi tentang diri sendiri dan realitas lingkungan, yang kiranya sulit mereka peroleh dengan cara lain.
h.      Arthur J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
Bimbingan adalah intrvensi professional bilamana siswa harus membuat pilihan diantara beraneka alternative program studi dan bidang pekerjaan yang terbuka baginya. Nilai-nilai kehidupan (values) menjadi factor penting dalam membuat pilihan. Pada awal masa pendidikan menengah dan pada akhir masa itu siswa menghadapi saat dia harus membuat setumpuk pilihan (decision making) yang berarti dimasa yang akan datang, petugas bimbingan harus membantu siswa dalam membuat pilihan, dengan mempertimbangkan system nilai yang dianutnya dan mengolah informai yang tersedia tentang diri sendiri serta kesempatan-kesempatan terbuka baginya.
Supaya siswa berpikir secara rasional; karena kaum muda kurang mampu mengambil keputusan penting, maka dibutuhkan bantuan seorang ahli bimbingan yang bekerja sebagai tenaga tetap di lembaga pendidikan sekola. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara konseling. Kelemahan yang paling mencolok dalam model ini ialah pembatasan pelayanan bimbingan pada saat-saat tertentu saja, bila siswa harus membuat suatu pilihan yang menentukan jalan kehidupannya.
i.        Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik. Tetapi di lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar di kelas.
Mengembangkan guidance as personal development. Model ini merumuskan tujuan pendidikan di sekolah, memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik. Dengan kata lain, bimbingan adalah usaha yang menunjang bidang pengajaran saja (amcillary service to make instruction more effective).
Kehas memperjuangkan supaya pendidikan sekolah dipandang sebagai usaha mendampingi siswa dalam belajar. Belajar tidak hanya mencakup belajar di bidang akademik, tetapi tentang diri sendiri dan lingkungan hidup. tenaga pendidik tidak hanya guru, melainkan masing-masing tenaga pendidik bertugas mendampingi siswa dalam aspek perkembangan dan dimensi belajar tertentu. Dengan demikian, siswa mempunyai relasi dengan pihak tenaga pendidik berbeda-beda sifat, misalnya guru sebagai pendamping dalam belajar akademik, dan tenaga bimbingan sebagai pendamping dalam belajar tentang kepribadiannya sendiri.
Konselor sekolah berfokus pada perkembangan kepribadian siswa dalam keseluruhannya (personal development). Maka, tenaga bimbingan bukan berfungsi sebagai asisten tenaga pengajar, melainkan mempunyai peranannya sendiri. Tenaga pendidik tidak berada di bawah yang lain, melainkan saling melengkapi dalam rangka bekerja sama menurut fungsinya masing-masing. Model ini menekankan bentuk, jenis, atau ragam bimbingan tertentu, dan tidak mengutarakan komponen bimbingan tertentu, melainkan mengeksplisitkan fungsi dasar bimbingan di sekolah, yaitu proses membantu orang-perorangan untuk memahami diri sendiri dan lingkungan hidupnya.
Keunggulan model ialah menciptakan kemungkinan untuk merumuskan secara spesifik apa peranan guru (tenaga pengajar) dan apa peranan konselor sekolah terhadap belajar siswa. Kelemahan model ini menyangkut hubungan kerja sama antara tenaga pengajar dan tenaga bimbingan yang kerap belum jelas sebaiknya diwujudkan; disamping itu, timbul bahaya bahwa anak didik akan dibelah-belah atas sekian bagian, dimana guru bertanggung jawab atas perkembangan intelektual siswa saja dan konselor sekolah akan bertanggungjawab atas aspek-aspek perkembangan yang lain.
j.        Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut perkembangan nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada mereka yang menghadap konselor di sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya.
Namun, merencanakan dan melaksanakan suatu program kurikuler menuntut konselor menguasai metodik mengembangkan dan mengajarkan suatu bidang, termasuk penentuan tujuan instruksional, mengurutkan topic-topik (sequence), prosedur akan membuat siswa belajar aktif (CBSA), dan pilihan bahan yang relevan. Persyaratan ini kiranya hanya dapat dipenuhi, bila konselor sekolah khusus disiapkan untuk itu melalui pendidikan formal di perguruan tinggi.
k.      Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.
Mengembankan model bimbingan yang mengusahakan penganggulangan segala gejala pemberontakan yang tampak dalalm tingkah laku para siswa di sekolah yang terletak dalam daerah/bagian kumuh di kota besar. Daerah kumuh disini berarti daerah di mana kemiskinan, kejahatan, pelanggaran hukum, kenakalan remaja, dan penggunaan obat bius merajalela. Model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Dalam pelayanan bimbingan tradisional fokus perhatian terpusat pada siswa sendiri yang harus mengadakan perubahan dalam diri sendiri, dalam activist guidance focus perhatian terdapat pula pada lingkungan hidup siswa, yaitu bagaimana manipulasi dari lingkungan dapat menguntungkan perkembangan siswa.
Maka, konselor sekolah bersama dengan siswa mengidentifikasi segala kondisi hidup negative yang ditimbulkan oleh lingkungan hidup, dan merencankan setumpuk tindakan konkret untuk mengubah lingkungan itu sehingga terciptakan kondisi positif, termasuk mengubah lingkungan sekolah bila hal itu dianggap perlu.
Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya. Konselor sekolah yang berpegang pada pola asli memanfaatkan semua sumber dan sarana dalam lingkungan masyarakat setempat, yang dapat mempengaruhi suasana hidup di suatu daerah. Kelemahan model ini ialah kenyataan, bahwa aksi-aksi perubahan social mudah menimbulkan berbagai ketegangan, bahkan pun sampai menciptakan konflik dengan tenaga-tenaga pendidik yang lain, karena lingkungan sekolah itu sendiri tidak akan luput dari aksi demi perubahan suasana dan kurikulum pengajaran.
Model-model berpikir yang diuraikan di atas ternyata belum dioperasionalkan di lapangan dan dituangkan dalam kerangka program bimbingan. Kecuali, model yang dideskripsikan oleh Hoyt, yaitu Constellation of Services. Kenyataan ini berarti bahwa masih terdapat jurang yang lebar antara pemikiran teoritis dan praktek pelaksanaan di lapangan. Alasannya adalah bahwa pelayanan bimbingan di sekolah berkembang menurut kebutuhan setempat, dan baru dibentuk konseptualisasi setelah praktek perkembangan untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan serta memberikan landasan teoritis pada kegiatan-kegiatan bimbingan sudah mulai dilaksanakan. Pemikiran teoretis (theory building) baru menyusul sesudah pelayanan bimbingan mulai berjalan, bahwa pelayanan di lapangan tidak bermakna bagi perkembangan siswa, namun pelayanan bimbingan akan terhambat dalam perkembangannya, dan mendapat banyak sorotan negative karena lemah dalam hal refleksi teoretis.
Kehas berpandangan sejumlah faktor yang menghambat konseptualisasi dan pertanggungjawaban teoritis dari bimbingan di sekolah-sekolah di Amerika yaitu:
          a.         Organisasi profesional dibidang bimbingan lebih banyak memperhatikan layanan konseling daripada layanan bimbingan pada umunya.
         b.         Perbedaan konseptual antara mengajar dan membimbing masih kabur.
          c.         Pelayanan bimbingan di sekolah lebih dikaitkan dengan bidang administrasi sekolah, sehingga fungsi khas dari bimbingan ditinggal samar-samar saja.
         d.         Pemikirannya teoretis
          e.         Terdapat anggapan.

2.2Pola-pola Bimbingan
Yang dimaksud dengan pola dasar pelaksanaan bimbingan ialah suatu asas pokok untuk mengatur penyebaran pelayanan bimbingan di sekolah, dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan bimbingan apa yang akan diadakan dan rangkaian kegiatan itu dilaksankan oleh siapa serta diberikan kepada siapa. Pola dasar ini lebih bersifat praktis, karena langsung berkaitan dengan penyusunan program bimbingan. Jadi suatu pola dasar melandasi perencanaan dan pelaksanaan suatu program bimbingan di sekolah. pola dasar tertentu dapat merupakan konkretisasi yang lebih bersifat praktis dari suatu model atau kerangka berpikir tertentu. Namun, dimungkinkan bahwa suatu pola dasar menampung lebih dari satu model, suatu pola dasar tertentu, sekali mulai diterapkan, mempunyai dampak terhadap pola organisasi dan administrasi kegiatan bimbingan di sekolah. jadi, pola dasar pelaksanaan bimbingan sedikit banyak berdiri di antara model bimbingan dan pola organisatoris bimbingan.
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di instansi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama:
         a.         Pola Generalis
Mengemukakan bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Pelayanan bimbingan melibatkan banyak tenaga pendidik. Tenaga pengajar rutin berhubungan dengan para siswa. Mereka meyisipkan aneka unsur bimbingan dalam pelajaran, dapat memberikan bimbingan kelompok, bahkan dapat menyelenggarakan wawancara konseling. Terdapat pula guru-konselor, yaitu tenaga pengajar yang sebagian waktunya khusus diperuntukkan bagi pelayanan bimbingan. Koordinasi seluruh kegiatan bimbingan diserahkan pada guru-konselor atau tenaga ahli bimbingan. Sumber tenaga ahli bimbingan anak-anak biasa, seperti Reality Therapy.
Ada pendekatan yang dinilai terlalu kompleks untuk kebanyakan siswa dan mahasiswa pada masa sekarang, seperti sistematika yang dikembangkan oleh Carkhuff. Semua teori cenderung menuntut proses konseling yang agak lama sampai lama sekali, padahal proses konseling di suatu institusi pendidikan sulit untuk dibina selama beberapa bulan sampai satu tahun, karena waktu konselor dan konseli terbatas. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan hanyadianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
         b.         Pola Spesialis
Bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
          c.         Pola Kurikuler
Dalam pola ini kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung telibat dalam seluk-beluk pengajaran. Segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi si bidang-bidang studi akademik.
         d.         Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif pola dasar ini ialah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial diantara peserta didik dengan staf pendidik.
BAB III
PENUTUP
3.1       Simpulan
            Program Bimbingan dan Konseling disekolah disusun dan diselenggarakan atas dasar kerangka berpikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.Secara teoritis ada berbagai model Bimbingan mulai dari Frank Parsons sampai Julius Menacker. Dimana disitu terdapat berbagai variasi yang tentu memiliki model tersendiri dalam melayani dan membantu kebutuhan siswa.jadi dapat dikatakan bimbingan itu bersifat luwes atau fleksibel dan tidak kaku sebab ada spesifikasinya dalam menaungi masalah atau bidang tertentu. Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan dipakai sebagai pedoman dan pegangan dalam pelayanan bimbingan di sekolah-sekolah.
Sedangkan untuk pola – pola bimbingan menurut analisis Edward C. glanz, (1964) :
1. Pola generalis
2. Pola Spesialis
3. Pola Kurikuler
4. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental

3.2       Saran
            Pola dan pelayanan bimbingan di sekolah sekolah memeliki peran yang sangat penting guna membina kepribadian mental siswa oleh karena itu kita sebagai calon pendidik hendaklah memahami pola dan pelayanan dari bimbingan dan konseling itu sendiri sebab nantinya kita jangan sampai salah menerapkan pola atau strategi dasar yang digunakan dalam bimbingan dan konseling. Sebab masalah, perkembangan serta karateristik seseorang itu berbeda- beda.
Mahasiswa sebagai calon pendidik harus benar-benar mengerti, memahami dan mengaplikasikan dengan baik pembahasan tentang model-model pelayanan bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, pola-pola bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar pada bimbingan dan konseling. Dengan demikian, mahasiswa nantinya pada saat menjadi pendidik akan dapat menciptakan generasi muda dengan kebenaran dalam sikap dan perilaku yang juga akan berdampak bagi negara yaitu negara Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang kompetitif di dunia internasional dan memajukan Indonesia dalam berbagai bidang.
Mahasiswa sebagai calon pendidik harus benar-benar mengerti, memahami dan mengaplikasikan dengan baik pembahasan tentang model-model pelayanan bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, pola-pola bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar pada bimbingan dan konseling. Dengan demikian, mahasiswa nantinya pada saat menjadi pendidik akan dapat menciptakan generasi muda dengan kebenaran dalam sikap dan perilaku yang juga akan berdampak bagi negara yaitu negara Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang kompetitif di dunia internasional dan memajukan Indonesia dalam berbagai bidang.
























DaftarPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar